Global Warming dan Cara Mengatasinya

Global warming atau efek pemanasan global adalah suatu bahan pembicaraan yang selalu menarik untuk dibahas. Mengapa demikian? Karena semenjak suhu di bumi terus menerus mengalami kenaikan, yakni sekitar 0,130C per dekade, masyarakat mulai mengalami kepanikan luar biasa. Ditambah lagi dengan kenyataan bahwa kenaikan suhu rata-rata di planet bumi telah mencairkan es di kutub utara, menaikkan ketinggian rata-rata laut, dan acapkali menimbulkan banjir serta badai.

Menyikapi hal ini, maka beberapa negara merasa perlu untuk meminimalisir efek negatif dari global warming. Dimulai dengan diratifikasinya Kyoto Protocol pada bulan Desember 1997. Semenjak itu, seringkali diadakan konferensi multilateral yang membahas metode terbaru dan efektif dalam mengatasi global warming.

Tahun ini, kegiatan tahunan Conference of Parties yang ke-13 dari United Nations Framework Convention on Climate Change akan diadakan di Denpasar, Bali pada tanggal 3-14 Desember 2007. Pertemuan ini rencananya akan dihadiri oleh 189 negara.

Melihat pentingnya acara ini, maka saya ingin menyampaikan pendapat saya mengenai metode yang paling efektif dalam mengatasi global warming di dunia pada umunya dan di Indonesia pada khususnya.

Pertama-tama, kita harus meninjau penyebab global warming terlebih dahulu. Dari penelitian, ditemukan bahwa salah satu penyebab global warming adalah gas CO2 dimana gas tersebut menahan panas dari dalam bumi untuk keluar ke ruang angkasa sehingga panas tersebut akan memantul lagi ke dalam bumi dan kemudian meningkatkan suhu di permukaan bumi. CO2 yang utama berasal dari pembakaran bahan bakar fosil. Adapun gas-gas lain yang memiliki andil dalam menciptakan efek rumah kaca adalah CFC, metana, uap air, dan ozon. CFC (chloro fluoro carbon), yang banyak digunakan dalam sistem pendingin, dapat melubangi ozon (O3) sehingga O­­­3 berubah jadi O2 yang tidak dapat menyerap sinar UV. Kondisi ini membuat sinar matahari lanngsung ke jatuh ke bumi. Sementara metana berasal dari kotoran ternak.

Melihat hal ini, berbagai pihak telah berusaha menemukan cara terbaik dalam memperlambat serta meminimalisir efek negatif dari global warming.

1. Mengurangi pemakaian bahan-bakar fosil secara drastis

Bahan bakar fosil dianggap sebagai biang keladi global warming karena pembakarannya yang menghasilkan gas CO2. Salah satu yang dianggap bermasalah adalah mobil. Oleh karena itu, banyak organisasi-organisasi berbasis kelingkungan yang melarang penggunaan mobil.

2. Mengurangi deforestasi

Seperti telah dijelaskan sebelum-sebelumnya, deforestasi atau perusakan hutan mengakibatkan terganggunya kemampuan hutan menyerap CO2 disamping meningkatnya kemungkinan terjadi banjir dan tanah longsor. Untuk itu perlu diupayakan untuk menanam kembali hutan yang gundul (reboisasi).

3. Memberlakukan standar emisi kendaraan bermotor

Semenjak tahun 1990-an, negara-negara di Eropa telah memberlakukan standar emisi kendaraan bermotor yang disebut Euro. Fungsinya adalah agar mobil-mobil yang beredar memiliki emisi gas buang yang kurang lebih sama. Konsekuensinya, kendaraan yang tidak memenuhi standar emisi yang berlaku diharuskan membayar pajak yang lebih besar. Hingga saat ini standar Euro IV telah diaplikasikan dan segera akan diganti dengan Euro V, sementara di Indonesia baru saja dimulai Euro II.

4. Memperbaiki kesadaran masyarakat akan sampah dan lingkungan

Seberapa hebat sebuah rencana penanggulangan global warming, tanpa didukung oleh masyarakat, semuanya adalah sia-sia. Mengapa? Karena masyarakatlah yang berperan secara aktif dalam menanggulangi efek rumah kaca. Tanpa peran serta masyarakat secara aktif mustahil efek rumah kaca dapat diminimalisir.

5. Mengusahakan penggunaan energi alternatif

Beberapa macam metode pemakaian energi akternatif telah diupayakan. Seperti pemakaian pemanas bertenaga matahari, minimalisir pemakaian listrik dan gas untuk kebutuhan rumah tangga. Dalam industri otomotif, telah diperjualbelikan mobil-mobil dengan sistem fuel cell dan hybrid, seperti Toyota Prius, Honda FC-X, dan Honda Civic Hybrid. Sekarang ini tengah dicoba pengablikasian BBM campuran E-85 atau etanol 85, yang artinya 85% etanol dan 15% bensin biasa.

6. Sanksi emisi

Sesuai dengan isi Kyoto Protocol, bahwa negara-negara maju yang menghasilkan emisi lebih tinggi dari kuota diwajibkan membayar denda yang kemudian akan disalurkan ke negara-negara dunia ketiga demi pembangunan infratruktur mereka. Di satu sisi, cara ini baik, karena dapat menyadarkan negara-negara adidaya, seperti Amerika Serikat untuk menjaga jumlah emisi yang dibuang ke alam. Namun di sisi lain, jika negara tersebut kaya dan egois, maka mereka hanya membayar denda tanpa peduli dan berusaha mengurangi tingkat emisinya.

Namun usulan-usulan ini tetap memiliki efek negatif, seperti tampak dari hasil penelitian yang dilakukan di Inggris, dimana rata-rata rumah di Inggris mengeluarkan gas CO2 1.500 kg lebih banyak daripada sebuah mobil Ford Focus. Fakta lain membuktikan bahwa sebuah pesawat Boeing 747 menghasilkan CO2 sebanyak 400 ton hanya dalam waktu 24 jam. Untuk menyamainya, perlu 250 mobil dalam waktu satu tahun. Selain daripada itu, ternyata “gas buang” sapi menghasilkan 18% dari gas penyebab rumah kaca. Jumlah ini masih lebih besar daripada penjumlahan seluruh emisi yang dihasilkan mobil, pesawat, dan alat transportasi lainnya.

Jadi, dalam mengatasi gobal warming banyak aspek yang harus diperhatikan. Satu hal yang wajib dipertanyakan dalam memilih metode pengatasan global warming adalah, “Apakah metode ini tepat untuk diaplikasikan di daerah saya?”

Sebagai contoh, penjualan mobil-mobil berenergi alternatif di Indonesia belum tepat guna. Karena pajak yang tinggi dan daya beli masyarakat yang rendah. Demikian pula pemberlakuan standar emisi Euro II. Meskipun sangat essensial, pemberlakuan kebijakan ini masih memberatkan masyarakat. Tentu kita tidak bisa menutupi fakta bahwa mayoritas mobil yang beroperasi di Indonesia belum memenuhi standar Euro II. Selain itu, mobil yang lolos uji Euro II harus mengkonsumbsi BBM tanpa timbal yang tidak disubsidi pemerintah, sehingga akan memberatkan masyarakat.

Menurut saya, metode yang paling tepat dilakukan di Indonesia adalah melalui jalur pendidikan masyarakat dan pengurangan deforestasi. Diharapkan, melalui jalur pendidikan tentang global warming dan efeknya, masyarakat akan lebih paham akan pentingnya menjaga lingkungan, seperti tidak membuang sampah sembarangan, tidak membakar sampah secara berlebihan, dll. Hal ini tentunya akan mengurangi jumlah gas CO2 yang dilepas ke udara.

Metode kedua adalah pengurangan deforestasi. Sebagai negara kepulauan yang memiliki banyak hutan, Indonesia harus berusaha semaksimal mungkin untuk menguragi deforestasi. Dikhawatirkan, bila reboisasi tidak segera dilakukan, kondisi hutan di Indonesia akan semakin parah. Walaupun cara ini memerlukan modal, sedangkan Indonesia kekurangan modal, cara ini harus diusahakan dengan maksimal, karena paling sesuai dengan Indonesia.

Tinggalkan komentar